Selasa, 27 Oktober 2009

Selalu Memperbaiki Diri

Memperbaiki diri sangat penting, mengapa?

Karena diri ini merupakan individu-individu yang membentuk sebuah masyarakat yang nantinya membentuk tatanan hidup dari lingkup terkecil yaitu sebuah keluarga hingga tingkatan sebuah negara.

Semua itu diawali oleh satu individu, apabila semua individu mau melakukan perbaikan diri insya Allah tatanan masyarakatpun akan menjadi lebih baik, damai, dan tentram, sehingga terwujud kebahagiaan di dalam masyarakat.

Untuk melakukan perbaikan diri ini diperlukan langkah-langkah yang menyeluruh, jangan setengah-setengah dalam proses perbaikan.

Janganlah kita mentolerir diri sendiri apapun bentuknya, tapi kita harus lebih banyak toleran kepada orang lain.

Hal-hal apa yang perlu dilakukan untuk perbaikan diri ini?

Tentunya kita harus punya langkah kongkrit yang bisa untuk kita evaluasi (muhasabah).

Ada 10 poin yang bisa kita lakukan untuk melakukan perbaikan diri (tazkiyatunnafs) yaitu:

  1. Menjadikan aqidah kita selamat

Selamat dari kontaminasi kesyirikan dan keragu-raguan, sehingga segala yang kita yakini hanyalah bermuara kepada aqidah tauhid yang meng-Esa-kan Allah SWT

  1. Melakukan ibadah dengan benar

Semua ibadah yang kita lakukan haruslah sesuai dengan apa yang dituntunkan Rasulullah

  1. Mempunyai akhlak yang baik

Akhlak yang baik adalah akhlak Rasulullah, kita tiru akhlak beliau semaksimal mungkin sesuai kemampuan kita

  1. Bersungguh-sunguh untuk selalu memperbaiki diri

Tidak ada keberhasilan tanpa kesungguhan, bila kita memang berniat memperbaiki diri maka bersungguh-sunguh adalah syarat mutlak

  1. Menguatkan jasmani

Tanpa jasmani yang sehat tidak mungkin kita bisa beribadah, beramal, dan melakukan perbaikan diri. Kita jaga jasmani dengan asupan makanan yang halal dan thoyib, serta melakukan olah raga rutin untuk meningkatkan metabolisme tubuh kita

  1. Mampu untuk berdiri sendiri/berdikari

Kita hanya boleh bergantung kepada Allah SWT, tidak boleh bergantung kepada mahlukNya. Kita harus mampu menghidupi diri sendiri dengan bertawakkal kepada Allah SWT tanpa menyusahkan orang lain.

  1. Menghargai waktu

Waktu yang berlalu tak akan kembali lagi. Jangan sampai menyesal, gunakan waktu dengan sebaik-baiknya

  1. Rapi dalam segala urusan

Rapi dan tertib dalam setiap urusan mencerminkan pribadi yang tertata yang secara tidak langsung kita juga menghargai diri sendiri. Jangan melakukan sesuatu secara asal-asalan, baik dalam penampilan diri, hasil pekerjaan, berbicara, dsb.

  1. Memperluas wawasan/pengetahuan

Berusaha menambah ilmu dan wawasan, jangan menjadikan diri katak dalam tempurung

  1. Menjadikan diri bermanfaat bagi orang lain

Jangan menjadi beban orang lain tapi jadilah manfaat bagi orang lain, sekecil apapun manfaat itu

Semua amalan di atas harus dilakukan terus–menerus secara kontinyu, dan insya Allah akan menjadikan kita pribadi taqwa yang berbahagia di dunia dan di akhirat

Semoga dengan menjalankan langkah-langkah di atas kita akan mampu untuk melakukan perbaikan diri.

Dan semoga banyak diri(individu) yang melakukan perbaikan diri ini sehingga masyarakat keseluruhan ikut terwarnai dengan perbaikan itu dan akhirnya tercipta tatanan masyarakat yang baik, damai, tentram dan bahagia yang selalu melakukan perbaikan diri (tazkiyatunnafs)

obat sakit hati

Setelah berbicara tentang berbagai macam racun hati, sekarang saya akan membahas berbagai macam obatnya, yang semuanya berjumlah tiga belas perkara. Obat hati adalah perkara-perkara yang bisa menjaga hati kita tetap hidup dan sehat, berlawanan dengan racun hati yang justru membuat hati kita menjadi sakit dan bahkan mati. Dalam beberapa tulisan saya kedepan, insyaallah saya akan mengupas berbagai macam obat hati ini satu demi satu.

Obat hati yang pertama adalah dzikrullah, yakni senantiasa berdzikir dan mengingat-Nya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menggambarkan dzikir bagi manusia seperti air bagi ikan. Apakah yang akan terjadi bila seekor ikan dikeluarkan dan dipisahkan dari air? Tentu ia akan menggelepar dan akhirnya mati. Demikian pula dzikir merupakan kebutuhan yang niscaya bagi setiap manusia. Tanpa dzikir, hati manusia akan menjadi keras dan akhirnya mati.

Karena sedemikian pentingnya dzikir ini, Al-Qur’an dalam banyak ayat-ayatnya senantiasa memerintahkan kita untuk gemar berdzikir. Demikian pula Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam telah memberikan kepada kita tuntunan dzikir dalam hampir semua perbuatan dan muamalah kita, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Mau makan ada dzikirnya, demikian pula selesai makan. Masuk dan keluar kamar kecil, masuk dan keluar rumah, memakai dan melepas pakaian, berangkat dan pulang dari bepergian, serta hampir semua gerak hidup kita, telah ada tuntunan dzikirnya.

Mengenai manfaat dzikir, Imam Ibnu Qayyim menulis dalam kitabnya Al-Waabil Ash-Shayyib: ”Dzikir itu menguatkan hati dan ruh. Jika dzikir hilang dari diri seseorang maka hilanglah pula kekuatan hati orang tersebut. Diantara manfaat dzikir adalah: 1) mengusir dan menghancurkan syetan, 2) menjadikan pelakunya diridhai oleh Allah, 3) menghilangkan kegundahan dan kegelisahan, 4) mendatangkan kebahagiaan, ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan, 5) membuat hati dan wajah pelakunya menjadi terang dan bersinar, 6) pelakunya akan dikaruniai kewibawaan dan kesumringahan, 7) pelakunya akan mendapatkan kecintaan Allah, 8) pelakunya akan senantiasa berada dalam pengawasan Allah, sebagaimana firman-Nya ”Ingatlah Aku maka Aku akan mengingatmu.” Betapa banyaknya manfaat dzikir!

Rasulullah sendiri, dalam hadits-hadits beliau, banyak menerangkan tentang berbagai manfaat dzikir yang tiada terkira. Salah satu contohnya adalah sabda beliau dalam hadits Abu Hurairah ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Ash-Shahih. Rasulullah bersabda,”Jika seseorang membaca ’Laa ilaha illallahu wahdahu, laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ’ala kulli syai-in qadiir’ pada suatu hari sebanyak seratus kali, maka ia bagaikan telah memerdekakan sepuluh budak, akan dicatat untuknya seratus kebaikan, akan dihapus darinya seratus kesalahan, ia akan terbebas dari gangguan syetan pada hari itu sampai dengan sore hari, dan tidak ada yang lebih utama dari yang ia baca kecuali orang yang membaca lebih banyak darinya.”

Contoh yang lainnya adalah sabda Rasulullah dalam hadits Jabir ra yang diriwayatkan oleh Imam At-Turmudzi dan beliau katakan sebagai hadits hasan shahih. Rasulullah bersabda,”Bahkan seseorang yang membaca ’Subhanallah wa bihamdihi’ saja akan ditanamkan untuknya satu pohon kurma di Surga.” Kalau seseorang sudah punya pohon kurma di Surga insyaallah ia pun akan diberi tiket masuk Surga untuk menikmati pohonnya tersebut. Jika tidak begitu, lalu untuk siapa pohon kurmanya? Subhanallah, dzikir yang amat singkat pun ternyata memiliki keutamaan dan manfaat yang sangat besar!

Abdullah bin Mas’ud ra, salah seorang sahabat Nabi, berkata,”Aku lebih menyukai bertasbih kepada Allah dengan memuji-muji-Nya daripada berinfak beberapa dinar di jalan Allah.” Inilah pengakuan seorang Abdullah bin Mas’ud yang bahkan dikenal suka berderma dan berinfak di jalan Allah.

Hasan Al-Bashri, salah seorang tabi’in, pernah menerima keluh kesah dari seseorang. Orang itu berkata,”Aku mengeluhkan kerasnya hatiku.” Maka Hasan Al-Bashri pun berkata,”Lembutkanlah ia dengan dzikir.” Mengenai cerita ini, Maqhul berkomentar, ”Dzikrullah adalah obat, sedangkan dzikrunnas (banyak memperbincangkan dan menyebut-nyebut manusia seperti ghibah, namimah, dan sebagainya) adalah penyakit.”

Sebagai bagian akhir tulisan ini, saya ingin menyebutkan sabda Rasulullah mengenai betapa pentingnya dzikir itu. Beliau bersabda,”Perumpamaan orang yang berdzikir dan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang hidup dan orang mati.” (HR Bukhari dari Abu Musa Al-Asy’ari). Dalam kesempatan yang lain, seseorang bertanya kepada beliau,”Wahai Rasulullah, pintu-pintu kebaikan itu banyak. Aku tidak mampu melakukan semuanya. Karena itu sampaikanlah untukku apa saja yang engkau suka asal tidak banyak-banyak karena aku khawatir akan lupa dan tidak bisa ajeg.” Beliau menjawab.”Hendaknya lidahmu senantiasa basah dengan dzikrullah.” (HR At-Turmudzi dari Abdullah bin Busyrun).

penyakit hati

Sebagaimana sudah saya singgung sebelumnya, penyakit hati pada dasarnya berpangkal pada dua hal: syubhat dan syahwat. Syubhat berarti lemahnya ilmu dan pemahaman, sedangkan syahwat berarti kuatnya hasrat untuk melakukan dosa dan kemaksiatan. Kini saya akan memberikan satu resep jitu untuk bisa mengatasi dua hal tersebut sekaligus. Resep tersebut adalah Al-Qur’an.

Al-Qur’an bisa menghilangkan syubhat yang ada dalam hati kita karena ia berisi bayyinat (berbagai macam penjelasan yang terang) dan burhan (argumen-argumen yang kuat). Al-Qur’an menjelaskan kepada kita dengan amat jelas dan gamblang segala yang haq dan segala yang bathil. Dengan demikian akan hilanglah berbagai macam syubhat.

Al-Qur’an juga mengandung berjuta-juta hikmah, mau’izhah, ibrah, ajakan zuhud, motivasi ukhrawi, dan kisah-kisah yang menggugah. Semua itu akan meningkatkan kekuatan iman yang ada dalam dada kita, sehingga kita pun memiliki daya kekang yang lebih kuat terhadap berbagai macam syahwat.

Al-Qur’an memang betul-betul mujarab untuk mengobati penyakit-penyakit hati dan sekaligus menghidupkan hati kita. Disamping itu, Al-Qur’an juga memiliki berbagai keutamaan lainnya. Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa mencintai Allah dan Rasul-Nya, hendaknya ia membaca Al-Qur’an.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam As-Suyuthi)

Khabbab ibnul Art, seorang sahabat Nabi, pernah berkata kepada seseorang,”Mendekatlah kepada Allah sesuai kesanggupanmu. Ketahuilah sesungguhnya tidak ada cara yang lebih mudah untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang Dia cintai melebihi firman-firman-Nya (yakni Al-Qur’an).”

Abdullah bin Mas’ud, sahabat Nabi yang amat gemar membaca Al-Qur’an, berkata,”Barangsiapa mencintai Al-Qur’an, berarti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.”

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa kecintaan kepada Al-Qur’an merupakan bukti atas kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.

Utsman bin Affan, sahabat Nabi yang terkemuka, berkata,”Jika hatimu bersih, niscaya ia tidak akan pernah kenyang dari firman-firman Tuhannya (yakni Al-Qur’an).” Perkataan Utsman ini bermakna bahwa kecintaan dan interaksi kita dengan Al-Qur’an merupakan ukuran kebersihan hati kita. Jika suatu ketika kita merasa berat untuk membaca Al-Qur’an, sangat bisa jadi itu adalah pertanda adanya kotoran dalam hati kita. Untuk membersihkannya, paksakanlah untuk membaca Al-Qur’an, insyaallah ayat-ayat Al-Qur’an yang kita baca pun akan membersihkan kotoran-kotoran tersebut.

Bukti kecintaan kita kepada Al-Qur’an adalah interaksi yang kuat dengannya. Interaksi tersebut meliputi banyak hal. Pertama-tama, kita harus memulainya dengan keimanan akan kebenaran dan kesucian Al-Qur’an. Selanjutnya kita harus gemar membaca Al-Qur’an. Jangan sampai kita melewati hari-hari kita tanpa membaca Al-Qur’an. Sebagai gambaran, sebuah hadits shahih menceritakan dialog antara Abdullah bin Amr dan Rasulullah saw. Abdullah memberitahu Rasulullah bahwa ia mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari. Rasulullah kemudian menegurnya dan menyarankan agar ia mengkhatamkan Al-Qur’an paling cepat setiap tiga hari. Dan jika ia mau, cukuplah ia mengkhatamkan Al-Qur’an setiap bulan saja, yang berarti satu juz Al-Qur’an setiap hari.

Itulah standar yang diberikan oleh Rasulullah dalam membaca Al-Qur’an: minimal satu juz setiap hari. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita membaca Al-Qur’an minimal satu juz setiap hari? Jika belum, marilah kita mengusahakannya secara bertahap. Kita bisa memulainya dengan membaca Al-Qur’an satu halaman setiap hari, lalu kita tingkatkan menjadi dua halaman setiap hari, lalu kita tingkatkan lagi menjadi tiga halaman setiap hari, dan demikian seterusnya sampai kita bisa membaca satu juz setiap hari.

Disamping membaca, kita juga harus mempelajari kandungan Al-Qur’an. Jika kita belum memahami bahasa Arab, paling tidak kita bisa membaca terjemahan ayat-ayatnya. Lalu kita baca buku-buku tafsir Al-Qur’an, yang sudah banyak tersedia dalam bahasa Indonesia. Dan jangan lupa untuk mengkuti majelis-majelis yang mengkaji Al-Qur’an.

Sesudah kita memahami kandungan Al-Qur’an, tuntutan selanjutnya adalah mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan. Ini tentu saja tahapan yang lebih sulit. Banyak orang bisa membaca Al-Qur’an dan bahkan memahami isinya, namun berapa banyak orang yang bisa secara konsisten mengamalkan isi Al-Qur’an? Berapa banyak diantara kita yang mau berhukum dengan hukum-hukum yang telah digariskan oleh Al-Qur’an? Sebuah pertanyaan besar untuk kita semua. Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang diturunkan hanya untuk dibaca dan dipelajari, namun ia adalah sebuah kitab suci yang diturunkan untuk diamalkan dan dibumikan dalam kehidupan.

Disamping itu, sebagai bukti kecintaan kita kepada Al-Qur’an, hendaknya kita pun berusaha untuk menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan kita. Rasulullah saw bersabda,”Seseorang yang didalam dadanya tidak ada Al-Qur’an adalah seperti rumah yang kosong dan tidak terawat.”

Sesudah itu, kita juga berkewajiban untuk mendakwahkan Al-Qur’an, mengajak manusia untuk kembali kepada Al-Qur’an. Betapa banyak kita saksikan pada saat-saat sekarang ini orang-orang yang telah melalaikan, mengabaikan dan melupakan Al-Qur’an. Ini berakibat pada hilangnya keberkahan dalam kehidupan. Untuk itu, marilah kita semua saling mengajak satu sama lain untuk kembali kepada Al-Qur’an, agar kita mendapatkan kecintaan dan keridhaan Allah serta mendapatkan keberkahan dalam hidup kita.

Senin, 26 Oktober 2009

Indahnya Kesulitan

Ada seorang teman mengirimkan email. Bertanya kepada saya, apa makna kesulitan bagi Mas Agus? Kemudian saya menjelaskan kepadanya bahwa kesulitan adalah jalan menuju kebahagiaan. Jika kita mampu menyelesaikan setiap kesulitan hidup kita maka kita bisa menemukan kebahagiaan, itulah indahnya sebuah kesulitan, begitu jawab saya kepada teman itu.

Imam Gazali dalam Ihya `Ulumuddin mengatakan bahwa setiap kali target ditingkatkan maka jalannya menjadi sulit, kendalanya banyak dan dibutuhkan waktu lebih lama, kullama zada al mathlub sho`uba masalikuhu wa katsura `aqabatuhu wa thala zamanuhu. Jadi tingkat kesulitan berhubungan dengan tingkat target. Jika orang ingin sekedar senang dalam hidup, maka ia dapat mencari kesenangan instan, pergi ke tempat hiburan, berfoya-foya dan berpesta pora. Tetapi jika seseorang ingin meraih kebahagiaan, maka ia justeru harus siap menderita menghadapi kesulitan, melupakan kesenangan jangka pendek.

Kita sebagai makhluk yang didesain oleh Allah SWT dengan sempurna, memiliki akal sebagai alat berfikir, hati sebagai alat memahami, nurani sebagai alat interospeksi, syahwat sebagai penggerak tingkah laku dan hawa nafsu sebagai tantangan. Kesemuanya itu dirancang untuk menghadapi medan kehidupan yang sulit. Dengan akal kita bisa memecahkan masalah yang sulit, dengan hati kita bisa menerima kenyataan yang pahit, dengan nurani kita bisa mundur selangkah demi memperbaiki diri, dengan syahwat membuat kita dinamis mencari dan dengan hawa nafsu kita menjadi tertantang untuk mampu mengendalkan diri.

Kita di satu sisi memang menyukai stabilitas dan kenyamanan hidup, tetapi di sisi lain kita juga menyukai kesulitan. Kita tidak selalu lari dari kesulitan, sebaliknya justeru menantang kesulitan. Jika dalam kehidupan sehari-hari hidup selalu stabil dan nyaman tanpa menjumpai kesulitan, maka dibuatlah stimulasi agar orang menaklukkan kesulitan buatan. Mahasiswa berlomba naik tebing buatan (wall climbing), pembalap mobil mencari medan berlumpur, yang berperahu mengikuti arum jeram, setiap agustusan orang ramai-ramai memanjat pohon pinang yang dilumuri olie, yang sudah punya dua kaki justeru berlomba lari dalam karung. Pokoknya banyak sekali kesulitan yang sengaja dibuat untuk ditaklukkan, mengapa? karena kita memang memiliki tabiat tertantang. Kesulitan buatan pada umumnya hanya melahirkan kesenangan, yakni senang menjadi juara, tetapi belum tentu sampai kepada kebahagiaan. Kesusahan biasanya menambahi kesulitan, tetapi tidak semua kesulitan membuat susah.

Adapun kebahagiaan biasanya merupakan buah dari ketabahan menghadapi kesulitan panjang yang bersifat alamiah dalam kehidupan. Itulah maka hakikat kebahagiaan hidup berumah tangga biasanya baru diperoleh setelah kakek nenek, yakni ketika menyaksikan anak cucu sebagai generasi penerusnya hidup sukses dan terhormat.

Kesulitan juga harus dibedakan antara analisa dan perasaan, antara kesulitan teknis dan merasa sulit. Ada hambatan yang menurut analisa teknis masuk kategori sangat sulit dan berat, tetapi ada orang yang memandangnya ringan-ringan saja. Kenapa? karena ia merasa tertantang untuk dapat menaklukkan kesulitan dan ia menyadari bahwa kesulitan itu merupakan proses mencapai kebahagiaan. Ia tidak merasa berat dan sulit ketika menghadapi kesulitan karena ia selalu membayangkan buah kebahagiaan yang akan dipetiknya, seperti seorang petani yang belepotan lumpur di sawah, ia tidak merasa risih dengan lumpur karena ia membayangkan panennya nanti. Sedangkan merasa sulit merupakan respon psikologis terhadap problem dan perasaan itu berhubungan dengan tingkat kapasitas kejiwaan yang bersangkutan.

Minggu, 25 Oktober 2009

Kebiasaan Baik

Ada seorang laki-laki yang mengidap susah tidur. Bahkan sudah berhari-hari tidak bisa tidur, akhirnya memutuskan datang ke dokter untuk berobat. Sang dokter menyarankan agar pasiennya menghitung satu sampai sepuluh, lalu ulangilah berkali-kali sampai bapak merasa ngantuk berat tak tertahankan. Begitulah dokter menyarankan.
Namun yang terjadi bapak itu malah tetap juga tidak bisa tidur. Bahkan dokter itu bilang, keadaan bapak malah lebih parah daripada yang sebelumnya. Kenapa bisa begitu pak, tanya sang dokter.

Benar pak, saya sudah mengikuti saran pak dokter, tetapi setiap hitungan ke delapan saya selalu melompat dari tempat tidur.

Loh, kok bisa begitu? Tanya sang dokter.

Iya pak, karena saya ini seorang petinju, jawab sang pasien.

Barangkali begitulah kita, senantiasa dibentuk oleh kebiasaan. Menurut Stephen Covey dalam buku Seven Habit, manusia pada dasarnya dibentuk dari perilaku kebiasaan sehari-hari. Bila yang dilakukan baik maka akan mengendap dalam alam bawah sadar, terlihat dari perilakunya maupun ucapannya. Sama seperti halnya petinju yang susah tidur yang disuruh berhitung satu sampai sepuluh oleh dokter maka hitungan yang kedelapan langsung loncat dari tempat tidur karena alam bawah sadar dirinya sedang berada diatas ring.

Itulah sebabnya Baginda Nabi Muhamad selalu menyarankan agar kita selalu berbuat baik dan juga berkata baik. Bila tidak bisa berbuat baik dan tidak bisa berkata baik hendaknya diam saja agar kita menjaga diri dari perbuatan ataupun perkataan yang menyakiti orang lain karena nanti akan menjadi kebiasaan dan memilih diam agar tidak menyakiti orang berarti melatih diri untuk kebiasaan baik.

hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam’ (HR Bukhari)

Amanah sebagai Tanggung Jawab

Sesuatu yang dititipkan adalah sesuatu yang penjagaannya dipercayakan
kepada orang yang dititipi hingga suatu saat sesuatu itu akan diambil
oleh yang menitipkan. Maksud menitipkan adalah agar sesuatu yang
dititipkan itu tetap terjaga dan terlindungi ke¬beradaannya. Tanggung
jawab memelihara sesuatu yang dititipkan itulah yang disebut amanah.
Anak adalah amanah Allah SWT kepada orang tuanya dimana orang tua
berkewajiban memelihara dan mendidiknya agar anak itu terpelihara dan
berkembang potensinya hingga ia kelak menjadi manusia yang berkualitas
sesuai derngan maksud penciptaannya. Isteri adalah amanah Allah SWT
kepada suami dimana suami wajib melindunginya dari gangguan yang
datang, baik gangguan fisik maupun psikis. Demikian juga suami adalah
amanah Allah kepada isteri dimana ia wajib memberikan sesuatu yang
membuatnya tenang, tenteram, aman dalam menjalankan tugas-tugas
hidupnya. Demikian seterusnya, murid merupakan amanah bagi guru,
jabatan merupakan amanah bagi penyandangnya.

Predikat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, disamping
mengandung makna kewajiban manusia menegakkan hukum Allah di muka bumi
juga mengandung arti hak manusia mengelola alam sebagai fasilitasnya.
Apakah alam, laut, udara dan bumi memberi manfaat kepada manusia atau
tidak bergantung kepada kemampuannya mengelola alam ini. Banjir,
kekeringan, tandus, polusi dan sebagainya sangat erat dengan kualitas
pengelolaan manusia atas alam.

Dalam al Qur'an, tegas disebutkan bahwa kerusakan yang nyata-nyata
timbul di daratan dan di lautan merupakan dampak dari ulah manusia yang
tidak bertanggung jawab(Q/30:41) . Demikian juga tidak berfungsinya
sumberdaya alam bagi kesejahteraan hidup manusia merupakan akibat dari
perilaku manusia yang tidak dapat dipertanggungjawabk an (Q/7:96)
Tanggungjawab artinya, setiap keputusan dan tindakan harus
diperhitungkan secara cermat implikasi-implikasi yang timbul bagi
kehidupan manusia dengan memaksimalkan kesejahteraan dan meminimalkan
mafsadat dan mudharat.

Setiap keputusan mengandung implikasi-implikasi positif dan negatif,
yang mendatangkan keuntungan dan yang mendatangkan kerugian. Jika
peluangnya berimbang, maka mencegah hal yang merusak harus didahulukan
atas pertimbangan keuntungan (dar'u al mafasid mu¬qaddamun 'ala jalb al
masalih). Contohnya, menebang hutan itu mudah dalam menambah keuangan
negara, tetapi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat penebangan
hutan lebih berat dan lebih mahal biaya rehabilitasinya dibanding
keuntungan yang diperoleh.

Pejabat publik (Presiden, Gubernur, Menteri dan seterusnya hingga
jabatan terendah) adalah pemegang amanah tanggung jawab. Otoritas yang
dipegangnya bukan pada aspek kekuasaan, tetapi pada aspek pe¬ngelolaan
dan pelayanan, sehingga seorang pemimpin disebut sebagai pelayan
masyarakat (sayyid al qaumi khodimuhum). Keputusan yang diambil oleh
seorang pejabat publik berpeluang untuk menimbulkan implikasi yang luas
kepada kehidupan masyarakat luas.

Jika keputusannya tepat, maka manfaatnya akan dinikmati oleh banyak
orang, tetapi jika keputusannya keliru maka dampak negatifnya harus
ditanggung oleh masyarakat luas. Seorang pejabat publik dituntut untuk
memiliki tanggung jawab besar dalam membuat keputusan, yakni
mendatangkan sebanyak-banyaknya manfaat bagi masyarakat dan menekan
sekecil mungkin resiko yang harus dipikul orang banyak. Tanggung jawab
bagi seorang pejabat publik juga berarti ia layak memperoleh pujian dan
penghormatan jika pekerjaannya baik, dan sebaliknya ia dapat dikritik,
dicaci, dipecat atau bahkan dihukum penjara jika keputusannya keliru.
Pemerintah sebagai pemegang Amanah Penderitaan Rakyat artinya
Pemerintah dibebani tanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan penderitaan yang dirasakan oleh
rakyatnya.